Critical incident technique was dev

Critical incident technique was developed by john C. Flnagan (1954) for use in the U.S Army Air Corps during world war II. A typical set of instruction used in the critical incident method are asked to employees. Employees are asked to think of a specific incident involving an example of extreamly effective or extreamly ineffective performance. Extream bahaviours are seen as more easily remembered and describeed than average behaviors. Once the critical incident are generated, the next step is to determine the dimensions of performance reflected in these incident. The usual procedure is to have employees sort the incidents into piles, each pile representing a critical dimension of job performance.

Results (Indonesian) 1:

Kritis insiden teknik ini dikembangkan oleh john C. Flnagan (1954) untuk digunakan dalam Korps udara U.S Army selama Perang Dunia II. Satu set khas instruksi yang digunakan dalam metode insiden kritis diminta untuk karyawan. Karyawan diminta untuk memikirkan terjadinya peristiwa yang melibatkan contoh extreamly efektif atau extreamly tidak efektif kinerja. Extream bahaviours dipandang sebagai lebih mudah diingat dan describeed daripada rata-rata perilaku. Setelah kejadian penting yang dihasilkan, langkah berikutnya adalah untuk menentukan dimensi kinerja yang tercermin dalam insiden ini. Prosedur yang biasa digunakan adalah untuk memiliki semacam insiden ke tumpukan, tumpukan masing-masing mewakili dimensi kritis kinerja kerja karyawan.

Results (Indonesian) 2:

Teknik insiden kritis dikembangkan oleh john C. Flnagan (1954) untuk digunakan di Amerika Serikat Army Air Corps selama perang dunia II. Satu set khas instruksi yang digunakan dalam metode insiden kritis diminta untuk karyawan. Karyawan diminta untuk memikirkan insiden tertentu yang melibatkan contoh kinerja extreamly efektif atau tidak efektif extreamly. Bahaviours extream dipandang lebih mudah diingat dan describeed dari perilaku rata-rata. Setelah insiden kritis yang dihasilkan, langkah berikutnya adalah menentukan dimensi kinerja tercermin dalam insiden ini. Prosedur yang biasa adalah memiliki karyawan menyortir insiden menjadi tumpukan, masing-masing tumpukan mewakili dimensi kritis kinerja pekerjaan.